• image01

    Game

    Review

  • image02

    Game

    Making

  • image03

    Personal

    Opinion

  • image04

    Retro

    Gaming

  • image05

    Movie

    Talk

  • image06

    Wayang

    Stories

  • image07

    Pop

    Culture

16 Agustus 2017

Saat aktor film keluar dari "trademark"

Seorang aktor film pasti memiliki "trademark". Trademark yang saya maksud adalah peran atau lakon dalam film yang menjadi ciri khas utama aktor tersebut, dan membuatnya dikenal baik secara nasional mau pun global. Contoh adalah Jim Carrey dengan lakon seorang aktor komedi, atau Sylvester Stallone sebagai aktor film laga dan lain-lain.
Tetapi, terkadang para aktor berani keluar dari "trademark" yang membesarkan namanya. Entah apa motifnya. Bisa jadi dia menderita kebosanan, faktor fisik, honor yang lebih menarik, atau sekedar mencari tantangan baru.
Berikut ini saya akan memaparkan beberapa aktor yang berani keluar dari trademark

Barry Prima (Realita Cinta dan Rock n Roll)
Kita mengenal Barry Prima sebagai aktor laga terkenal pada tahun 80'an. Tentu saja banyak film laga yang ia perankan terutama adalah franchise Jaka Sembung yang melambungkan namanya. Tentu saja trademark ini terus melekat pada ingatan saya saat mendengar namanya.
Yah... setidaknya hingga saya menonton Realita Cinta dan Rock n Roll. Di film ini, Barry Prima berperan sebagai seorang Transgender yang gemulai  meski pun masih terlihat kekar. Kontan saja peran dia ini mengejutkan dalam arti positif, dan berhasil membuat saya ngakak terutama saat dia "pamer" kemampuan Tae Kwon Do dengan memakai pakaian emak-emak 


Arnold Schwarzenegger (Jingle all the Way)
Jika mendengar nama Arnold Schwarzenegger, pikiran yang terlintas adalah sesosok robot dari masa depan tanpa ekspresi dengan kostum ala Rider Harley Davidson, sambil membawa shot gun. Yup Franchise Terminator lah yang telah membesarkan nama aktor kelahiran Austria ini. Selain Terminator, Arnold Schwarzenegger juga populer dengan film laga lain seperti Predator, dan the Expendable.
Tetapi dalam film keluarga Jingle All the Way, Arnold Schwarzenegger berani berperan sebagai seorang ayah keluarga biasa yang rela berjuang keras membeli mainan robot sebagai hadiah Natal anaknya. Tentu saja film ini cukup konyol terutama karena dia harus berebut dengan seorang tukang Pos yang menginginkan mainan yang sama.


Robert De Niro ( The Intern)
Persona Robert De Niro adalah seorang aktor untuk film-film yang serius. Mulai dari film mafia "The Godfather part 2" , film Tinju "Raging Bull", dan Thriller "Taxy Driver". Minggu lalu, saya iseng-iseng melihat-lihat web review film, dan menemukan film "The Intern" yang diperankan oleh Robert De Niro.
Dalam film The Intern ini, Robert De Niro sukses memerankan seorang pensiunan yang bosan dengan kegiatan masa pensiun yang repetitif, dan memutuskan magang di sebuah perusahaan Fashion berbasis IT. Film ini adalah film drama komedi yang santai, dan serba baik dimana konflik dunia kerja serasa ringan, dan Robert de Niro membuktikan bahwa dia pun bisa menjadi sosok seorang gentlemen yang disenangi oleh boss, dan rekan kerja


Eddie Murphy (Mr. Church)
Siapa yang tidak tahu dengan Eddy Murphy, seorang komedian yang selalu memerankan seorang pria kulit hitam yang cerewet, dan menyebalkan. Film semacam Nutty Profesor, hingga sosok Donkey dalam film animasi "Shrek" adalah sebagian kecil film yang melambungkan namanya.
Lama tak terdengar bermain film, Eddie Murphy muncul dalam film darma keluarga "Mr Church" dimana ia menjadi sosok seorang juru masak bayaran bagi seorang ibu muda penderita kanker, dan anak perempuannya. Dalam perannya di film ini, Eddy Murphy tampak menjadi seorang yang sangat dewasa, bahkan menjadi sosok ayah bagi tokoh utama, dan tidak ada satu pun lelucon keluar dari mulutnya.


Sebenarnya masih banyak lagi aktor yang berani keluar dari "trademark" misal Jim Carrey dalam film "23", atau Bruce Willis dalam "Once upon time in Venice". Atau sosok Johny Depp yang memiliki seribu wajah. tetapi sementara hanya 4 itu dulu


8 Agustus 2017

[Game Prime 2017] Penelitian sederhana implementasi narasi pada Game Lokal Indonesia

Latar Belakang Masalah
Perkembangan Industri Game Lokal sedang mengalami perkembangan yang cukup baik terutama adanya dukungan pemerintah lewat Badan Ekonomi Kreatif. Salah satu dukungan pada Industri Game Developer lokal adalah dengan diadakannya Game Prime yang pada 2017 ini diadakan di Jakarta, dan Surabaya yang menjadi ajang untuk menpromosikan game-game lokal Indonesia, dan ajang diskusi pelaku industri game lokal tentang perkembangan dan pemasaran game lokal.

Salah satu yang harus dipertimbangkan oleh Game developer dalam melakukan promosi dan pemasaran produk game adalah trend yang terjadi pada masyarakat. Salah satu trend yang memprihatinkan dimasyarakat terutama pengguna Media social adalah rendahnya minat membaca, dan minat untuk mencari informasi pembanding sebagai klarifikasi atas sebuah narasi atau berita. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kesebarnya berita-berita yang bersifat hoax, bohong, provokatif atau cari sensasi yang dibagikan oleh ratusan bahkan ribuan netizen. Dampak yang terjadi adalah terjadi kerenggangan kerukunan dalam masyarakat, hingga terjadi konflik horizontal yang dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya disintegrasi bangsa


Untuk mencegah trend rendahnya minat membaca tersebut semakin meningkat, diperlukan sebuah alternatif untuk meningkatkan minat baca di era Teknologi Informasi ini, salah satunya dengan implmentasi unsur naratif pada produk IT yang populer dalam ini adalah game.

Penulis berinisiatif melakukan sebuah penelitian sederhana dengan melakukan survey pada ajang Game Prime 2017 di Jakarta. Dalam penelitian ini, penulis akan mendata berapa banyak game yang sudah atau akan melakukan  implementasi naratif secara tekstual, dan berapa banyak game yang meniadakan atau menyederhanakan unsur naratif dalam produk game tersebut kedalam bentuk lain seperti animasi atau gesture karakter dalam game.

Penulis berusaha seobjective mungkin dalam melakukan penelitian ini dan tidak bermaksud menggiring opini bahwa game yang melakukan implementasi naratif tekstual lebih baik daripada yang naratif Non-tekstual, atau sebaliknya.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
  • Melakukan pendataan terhadap sejumlah produk game lokal, dan melakukan pembagian berdasarkan implementasi narasi secara tekstual mau pun non tekstual pada ajang Game Prime 2017
  • Berdasarkan hasil penelitian, akan disimpulkan berapa persentasi game yang melakukan implementasi narasi secara tekstual, dan secara non tekstual.
  • Peneliti juga akan memaparkan sejumlah kendala, dan kelemahan dalam penelitian ini.
Metode Penelitian
Penulis menggunakan 3 cara berikut dalam melakukan penelitian:
  • Mencoba secara langsung game yang dipamerkan
  • Mengamati game yang sedang dimainkan oleh pengunjung lain
  • Melakukan interview dengan developer
Details Penelitian
  • Event     : BEKRAF Game Prime 2017 
  • Tempat  : Bala Kartini Jakarta
  • Waktu     :   29 Juli 2017 pukul 14:00 WIB - 18:00 WIB
  • Sample    : 20 Games
 Hasil Penelitian: 
Tabel dibawah menunjukan 20 sample yang telah diteliti oleh penulis

Dari sana bisa ditarik kesimpulan:
  • Jumlah yang akan mengimplementasi Narasi secara tekstual: 11 Game atau 55%
  • Jumlah yang akan mengimplementasi Narasi secara non tekstual: 9 game atau 45%
Kendala dan kelemahan Penelitian 
Penelitian memiliki beberapa kendala, dan kelemahan yang mempengaruhi hasil penelitian. Kendala dan kelemahan tersebut antara lain:
  • Keterbatasan waktu: Penulis hanya melakukan penelitian pada hari I pelaksanaan BEKRAF Game Prime 2017, dan dalam durasi hanya 4 jam.
  • Keterbatasan ruang: Penulis melakukan penelitian hanya sekitar 60% dari jumlah booth Developer sehingga kurang bisa mendapatkan lebih banyak data.
  • Prototype: Beberapa game masih berupa prototype dan hanya memperlihatkan sisi Gameplay, dan belum meng-implementasi narasi dalam game tersebut.
  • Tujuan Implementasi Narasi: Beberapa game terutama di luar genre RPG kurang diketahui apakah narasi yang diimplementasi akan mempengaruh pengalaman  bermain, atau hanya sebagai pelengkap dan mempertegas sisi Gameplay.
Kesimpulan dan saran
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
  • 55% dari sample akan melakukan implementasi tekstual pada produk game yang berarti akan memiliki narasi yang bisa dibaca dan dinikmati oleh pemain game 
  • 45% dari sample akan melakukan minimalisir narasi secara tekstual dan mengantinya dengan cara lain seperti gestur gerak karakter, atau animasi.
  • Ada pula hasil diatas dipengaruhi oleh beberapa kendala yang dialami penulis antara  lain keterbatasan waktu, ruang gerak, beberapa game masih berupa prototype, dan masih belum diketahui tujuan dari implementasi dari narasi dalam game
Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan dengan details platform apa yang akan digunakan, dan biaya pembelian game. Hal ini disebabkan oleh dengan menjamurnya pengguna gadget smartphone sebagai platform game, dan semakin diminatinya game yang tidak berbayar/ Freemium. Harapan penulis adalah bisa mengetahui apakah implementasi narasi pada game diminati oleh pasar game lokal, dan, dapat menumbuhkan minat membaca di masyarakat

Mengenai Saya

Foto saya
Saya seorang pekerja swasta di Bidang Teknologi Informasi terutama Game Industry. Saya menggunakan Blog sebagai penyaluran minat saya. Sekedar informasi, Foto Profil itu foto saat SMA medio 2005 an

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.