• image01

    Game

    Review

  • image02

    Game

    Making

  • image03

    Personal

    Opinion

  • image04

    Retro

    Gaming

  • image05

    Movie

    Talk

  • image06

    Wayang

    Stories

  • image07

    Pop

    Culture

27 Mei 2017

Koe no Katachi/ The Silent Voice: Suara, Bullying, dan Rekonsiliasi

  • Title: Koe no Katachi / A Silent Voice
  • Director: Naoko Yamada
  • Voice Actor: Irino Miyu Hayami sori
  • Production: Kyoto Animation

Sinopsis
Shouko Nishimiya adalah penyandang Tuna rungu yang bersekolah di sekolah Dasar umum. Di sana ia bertemu dengan Shoya Ishida, seorang nocah lelaki yang aktif. Karena menganggap  Nishimiya aneh, Ishida mulai mengerjai Nishimiya, mulai dari kejahilan kecil, perusakan alat bantu dengar hingga kekerasan fisik. Nishimiya akhirnya mundur dari sekolah. Guru, dan teman-teman kelas menuduh Ishida sebagai penyebab utama keluarnya Nishiyama, meski pun kenyataannya mereka juga ikut menertawakan Nishimiya saat dibully oleh Ishida. Seolah-olah mendapat karma, setelah itu Ishida mulai dibully oleh teman-teman kelasnya hingga akhirnya ia memilih menutup diri dari orang lain. Beberapa tahun kemudian, Ishida bertemu kembali dengan Nishimiya. Apa kah yang akan dilakukan oleh Ishida?


Prolog
Saat pertama kali saya membaca versi manga dari Koe  no Katachi, saya merasa kagum dengan keberanian penulis cerita karena berani menggunakan tokoh utama penyandang tuna rungu apalagi tema yang diangkat adalah soal bullying. Saya pun mengikuti serial manganya meski pun tidak begitu tertarik karena dasarnya saya kurang menyukai manga drama. Setelah film anime rilis, saya mencoba menonton


Bullying dan Rekonsiliasi
Menurut saya suatu keberanian besar menampilkan aksi bullying terhadap penyandang disabilitas dalam sebuah media terutama anime, tapi itu lah yang ditampilkan setengah jam pertama Koe no Katachi. Nishimiya yang menyandang tunarungu ditampilkan sering dikerjai oleh Ishida secara fisik mau pun mental. Lingkungan sekitar termasuk guru, dan teman-teman mereka malah diam-diam ikut menikmati "aksi" Ishida. Jujur saya agak tidak nyaman menonton setengah jam awal meski pun itu cermin kejadian nyata bahwa masih banyak orang yang menganggap orang yang "special" sebagai objek untuk diperlakukan seenaknya.
Akan tetapi, setengah jam awal itu lah yang akan membawa penonton dalam satu setengah jam ke depan untuk menyaksikan usaha-usaha rekonsiliasi yang dilakukan Ishida, dan Nishimiya yang sebelumnya menjadi korban bullying. Tentu saja tantangan yang dihadapi Ishida tidak enteng terutama ia telah di cap sebagai tukang bully oleh orang-orang terdekatnya, termasuk orang tua Nishimiya. Hal ini diperparah dengan Ishida yang tidak mampu memaafkan dirinya sendiri, dan menutup diri atas kehadiran orang lain dalam hidupnya

Cerita yang menyentuh tanpa mengabaikan audio visual
Kekuatan koe no katachi terletak pada cerita  yang dieksekusi dengan sangat baik. Alurnya pun meski pun agak lamban tetapi, tepat sasaran untuk menyentuh sisi melankolis penonton. Bahkan saya pun speechless, dan mata saya agak kemasukan debu  saat adegan mencapai klimaks. Hubungan antar karakter pun terlihat alami satu sama lain. Ditambah tampilan audio visual Koe no Katachi yang apik, dan indah. Salut perlu saya berikan kepada para pengisi suara yang sukses melakukan tugasnya dalam menyampaikan emosi karakter, terutama karakter Shouko Nishimiya.

Scoring:
Jujur sampai saat saya membuat  review ini, saya masih speechless dengan cerita yang disajikan oleh Koe no Katachi. Hubungan antar karakter yang baik, dan alur cerita yang sangat tepat sasaran menohok sisi melankolis. Ditambah dengan tampilan audio visual yang baik. Saya rasa 9.5  cukup layak saya berikan


3 Mei 2017

Kenapa saya tidak mengerti film-film Ghibli

Ok, ceritanya ada ibu-ibu di Medsos  marah-marah ga jelas karena tayangan kartun lama Produksi Ghibli berjudul "My Neighbor Totoro" di jaringan bioskop terkemuka di Indonesia bahkan menyebutnya sebuah penipuan.

OK, saya tidak akan menghakimi ibu-ibu itu, atau juga membelanya karena jujur saya juga sempat mengalami masa dimana saya tidak tahu apa pun soal film-film animasi Ghibli. Di masa itu jangankan tahu soal Totoro, menonton Spirited Away yang memenangkan Oscar saja belum pernah. Untungnya teman-teman kantor banyak yang fans Ghibli jadi medio 2014-an, saya berhasil menonton sebagian besar film-film Ghibli dan lenyaplah rasa penasaran saya akan film-film animasi perusahaan ini

Nah sekarang saya hanya akan men-share pengalaman kenapa saya sebelumnya tidak tahu karya-karya Ghibli bahkan yang master piece seperti Spirited Away, Princess mononoke, dan my Neighbour Totoro:

"Apa itu Ghibli?"
yup, alasan pertama adalah terbatasnya informasi soal sepak terjang perusahaan film Ghibli di Indonesia. Orang umum seperti saya lebih mudah mendengar sepak terjang perusahaan film animasi lain yang sudah mendunia seperti Disney, dan Warner Bros. Saya mencoba googling "Ghibli Indonesia" dan hasilnya sampai page ke 9, masih soal event World of Ghibli yang belum satu tahun ini diberitakan. Padahal perusahaan ini sudah terjun di industri perfilman sejak 30-an tahun yang lalu. Hanya kalangan terbatas di Indonesia yang mengetahui soal kinerja dan keajaiban yang dibuat studio ini

"Film Ghibli ga pernah disiarkan di TV nasional Indonesia"
To the point, saya akui saja bahwa selama ini saya belum pernah lihat satu pun film Ghibli disiarkan di TV nasional Indonesia. Film Ghibli pertama yang saya tonton adalah Spirited Away, itu pun hasil nonbar yang diadakan kantor. Padahal saya masih ingat serial animasi seberat Evangelion pun pernah disiarkan oleh TV swasta nasional.
Dapat Oscar tetapi belum pernah masuk TV nasional Indonesia

"Presentasi animasi Ghibli itu unik"
Ok, saya memang memakai kata unik untuk mewakili dan memperhalus kata-kata ini: "Sulit dicerna", "khayalan tingkat tinggi", "aneh", "aku nonton apaan sih?", "kembalikan uang kami!"
Tidak semua orang mampu mencerna presentasi yang diberikan oleh film Ghibli, apalagi orang awam yang sudah terbiasa mencerna presentasi animasi yang diberikan oleh perusahaan semacam Disney yang secara jenius mampu memberikan presentasi yang mudah diterima secara luas oleh berbagai kalangan dan usia. Di sisi lain, saya sangat mengapresiasi presentasi yang diberikan oleh film-film Ghibli dengan kata-kata ini, "Indah, keren, out of the box"
Howl moving Castle adalah film Ghibli yang sulit saya cerna

"Dominasi film animasi dari Barat di bioskop Indonesia"
Film animasi barat semacam produksi Disney Pixar, dan Warner Bros sangat mendominasi tayangan bioskop Indonesia. Terlepas dari konten yang lebih mudah dicerna,  dan sudah mengakar dalam ingatan khalayak umum, tetapi juga soal promosi yang baik, dan reputasi perusahaan tersebut yang sudah terlanjur terkenal di Indonesia. Coba hitung, berapa banyak tayangan animasi produksi barat, dibandingkan dengan produksi negara lain termasuk Jepang yang disiarkan di bioskop Indonesia. Uniknya Distributor film Ghibli secara global adalah Walt Disney tapi sepertinya Disney kurang memandang pasar bioskop Indonesia untuk menyiarkan film-film Ghibli. Well, it's about business and money actually.

Saya memiliki cerita kemarin minggu (30 April 2017), seorang teman baik saya bertanya soal poster My Neighbor Totoro, sebagai mantan gebetan teman yang baik, saya menawarkan dia film-film Ghibli yang saya punyai, setidaknya ini adalah usaha yang bisa dilakukan untuk mengenalkan film-film Ghibli ke khalayak umum.

Blog berikutnya saya akan memberi komentar saya soal beberapa film Ghibli yang berkesan buat saya

Mengenai Saya

Foto saya
Saya seorang pekerja swasta di Bidang Teknologi Informasi terutama Game Industry. Saya menggunakan Blog sebagai penyaluran minat saya. Sekedar informasi, Foto Profil itu foto saat SMA medio 2005 an

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.